KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR
A.
PENDAHULUAN
Sejarah
merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat kita akan membangun masa
depan. Kaitan dengan itu kita
bisa tahu apa dan bagaimana perkembangan islam pada masa lampau. Kerajaan turki usmani yang berdiri dari 1290
hngga 1924, kerajaan syafawi dari 1252-1736, sedang kerajaan mughal dari 1526-1959 telah banyak mengalami perputaran roda kepemimpinan.
Tentunya dunia islam telah banyak banyak melewati sebuah fase yang sulit maupun
bahagia sepanjang sejarah perjalananya, hasil maupun karya dari adanya kerajaan ini.
Sejarah tiga kerajaan islam bukan semata
rentetan peristiwa, lebih dari itu ia merupakan kumpulan gambar yang menyikap
rangkaian prestasi dan kegagalan, kecermilangan dan kemalangan, serta kejayaan
dan akhirnya kehancuran.
Disnilah
sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah
kisah yang patut kita pelajari untuk merancang serta merencanakan matang-matang
untuk masa depan yang lebih cemerlang tanpa tergoyahkan dengan kekuatan apa
pun.
Dengan
demikian pemahaman kita untuk melangkah lebih lanjut mengenai fase-fase
nampaknya kemunduran tiga kerajaaan besar muslim khususnya turki, safawi, serta mughal akan diurai lebih lanjut dengan pembatasa masalah yang
ada dalam rumusan masalah dibawah ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa faktor
penyebab kemunduran kerajaan Turki Usmani?
2.
Apa faktor
penyebab Kemunduran kerajaan Safawi?
3.
Apa faktor
penyebab Kemunduran kerajaan Mughal?
C. PEMBAHASAN
1.
Kemunduran Kerajaan Turki Usmani
Dimasa dinasti usmani, ini didirikan oleh bangsa turki dari kabilah
oghus tepatnya didaerah mongol dan daerah utara negeri cina. Kemudian
sang rajanya yaitu usman yang bergelar padisyah al-usmani. Wilayah turki usmani
meliputi sebagian Negara Eropa, Asia Tengah, Afrika dan Semenanjung Arab.[1] Namun pada akhirnya mengalami kemunduran. Belakangan hanya Turki saja
sebagai wilayah dinasti tersebut.
Kemunduran tersebut lebih disebabkan adanya
pertentangan intelektual dinasti utsmani serta pemberontakan dan upaya pelepasan
diri dari Negara jajahan.
Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan usmani itu mengalami kemunduran,
diantaranya adalah:
a. Wilayah kekuasaan yang sangat luas
Adminitrasi pemerintah bagi suatu Negara yang amat luas wilayahnya sangat
rumit dan kompleks, sementara adminitrasi pemerintah kerajaan usmani tidak
beres. Di pihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang
sangat luas, sehingga mereka terlibat perang terus-menerus dengan berbagai
bangsa. Hal ini tentu menyedot banyak potensi yang seharusnya dapat digunkan untuk
membangun negara.
b. Heterogenitas penduduk
Sebagai kerajaan besar, turki usmani
menguasai wilayah yang amat luas, mencakup asia kecil, Armenia, irak, syiria,
hejaz, dan Yaman di Asia, Mesir, Libya, Tunis, Al-Jazair di Afrika, dan
Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hungaria, dan Rumania di Eropa.3 Wilayah
yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras,
etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragam dan tersebar dalam wilayah yang luas itu,
diperlukan suatu organisasi pemerintah yang teratur. Tanpa didukung oleh
administrasi yang baik, Kerajaan Usmani hanya akan menanggung beban yang berat
akibat heterogenitas tersebut. Perbedaan bangsa dan agama sering kali
melatarbelakangi terjadinya pemberontakan dan peperangan.
c. Kelemahan para penguasa
Sepeninggalan Al-qonuni, Turki dipegang
oleh sultan-sultan yang lemah. Tampaknya penguasa Turkia hanya menuruti ambisi
penaklukan, sementara sistem pemerintahan diabaikan. Akibatnya pemerintah
menjadi kacau. Kekacauan itu tidak dapat diatasi secara sempurna, bahkan
semakin lama menjadi semakin parah.[2]
d. Budaya Pungli
Budaya ini sudah umum dalam kerajaan ini,
setiap jabatan yang diraih pasti harus ada kata “bayar” ataupun sogokan, maka
menyebabkan dekadensi moral kian merajalela sehingga merapuhkan kekuatan
kepemimpan.[3] Berjangkitnya budaya pungli ini mengakibatkan dekadensi moral kian
merajalela yang membuat pejabat semakin rapuh.
e. Pemberontakan tentara Jenissari
Diantara pemberontakan yang mempercepat
runtuhnya turki usmani diantara pemberontakan itu meliputi gerakan wahabi
semenanjung Arab, yang dipimpin oleh Muhammad bin abd al- wahhab yang
berkoalisi dengan M. bin Saud Penguasa najed namun dapat dipatahkan oleh
gubenur Ali Pasya sebab pemberontakan ini bertujuan memurnikan ajaran tauhid
dalam ajaran Al-Quran dan Sunnah.
Pemberontakan Jenissari terjadi
sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. Pada masa
belakangan pihak Jenissari tidak lagi menerapkan prinsip seleksi dan
prestasi, keberadaannya didominasi oleh keturunan dan golongan tertentu yang
mengakibatkan adanya pemberontakan-pemberontakan.[4] Mereka adalah tentara yesseri, tinggal dibayangkan saja jika mereka melakukan
pemberontakan. Ada pula kegagalan serangan ke Wina 1683
merupakan anggapan hancurnya kejayaan usmani karena espansi turki ke Eropa
mengalami stagnansi.
f. Merosotnya ekonomi
Akibat perang yang tak pernah berhenti perekonomian Negara merosot.
Pendapatan berkurang sementara belanja Negara sangat besar, termasuk untuk
biaya perang.
g. Terjadinya stagnasi dalam lapangan Ilmu dan Tegnologi
Kerajajan usmani kurang berhasil dalam pengembagan Ilmu dan Teknologi ini karena
hanya mengutamakan pengembangan militernya. Kemajuan militer yang tidak
diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan Usmani tidak
sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.
Demikianlah proses kemunduran kerajaan besar usmani. Pada masa selanjutnya,
di periode modern, kelemahan kerajaan ini menyebabkan kekuatan-kekuatan
Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang
dulunya berada di kekuasaan kerajaan Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.[5]
2.
Kemunduran Kerajaan Safawi
Ismail safawi lahir di ardabil, 25 rajab 892h/17 juli 1487 m merupakan
pendiri dan penguasa pertama dinasti safawi yang berkuasa di iran.
Sepeninggal Abbas 1 Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam
raja, yaitu safi mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), sulaiman
(1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), dan Abbas III
(1733-1736 M). pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan safawi tidak
menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran
yang akhirnya membawa kepada kehancuran.
Adapun penyebab kemunduran kerjaan syafawi yaitu:
a. Kepemimpinan
Safi Mirza, cucu abbas I adalah
seorang pemimpin yang lemah, ia sangat kejam terhadap pembesar-pembesar
kerajaan karena sifat pencemburunya. Kemajuan yang pernah di capai oleh Abbas I segera menurun. Kota Qandahar
(sekarang termasuk wilayah Afghanistan) lepas dari kekuasaan kerajaan safawi,
diduduki oleh kerajaan mughol yang ketika itu di perintah oleh Sultan Syah
Jehar, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Usmani.
Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit
dan meninggal. Meskipun demikian, dengan bantuan wazir-wazirnya, pada masanya
kota Qandahar dapat direbut kembali.
Sebagaimana Abbas II, sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam
terhadap para pembesar yang di curigainya. Akibatnya, rakyat bersikap masa
bodoh terhadap pemerintah, ia diganti oleh Shah Husain Alim. Pengganti Sulaiman
ini memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama’ Syi’ah yang sering
memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan
kemarahan golongan Sunni Afganistan, sehingga mereka berontak
dan berhasil mengakhiri kekuasaan dinasti Safawi.[6]
Penyebab lainnya adalah dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin
kerajaan safawi. ini turut mempercepat proses kehancuran kerajaan tersebut.
Sulaiman, disamping pecandu berat narkotik, juga menyenangi kehidupan malam
beserta harem- haremnya selama tujuh tahun tanpa sekalipun menyempatkan diri
menangani pemerintahan. Begitu juga Sultan Husein.
Penyebab penting lainnya adalah karena
pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat
perang yang tinggi seperti Qizilbash. Hal ini disebabkan karena pasukan
tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan
rohani seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu, anggota Qizilbash
yang baru tidak memiliki militansi dan semangat yang sama dengan anggota
Qizilbash sebelumnya.
Tidak kalah penting dari sebab-sebab diatas adalah seringnya terjadi
konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.[7]
b. Pemberontakan
Pemberontakan bangsa Afgan tersebut terjadi pertama kali pada tahun 1709 M
di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar.
Pemberontakan terjadi di heart, suku Ardabil Afghanistan berhasil menduduki
Mashad. Mir Vays dig anti oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Ia
berhasil mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil.
Dengan kekuatan gabungan ini, Mir Mahmud
berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan merebut negeri-negeri Afghan
dari kekuasaan safawi. Ia bahkan berusaha menguasai Persia.
Karena desakan dan ancaman Mir Mahmud, Shah
Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya sebagai
gubernur di Qandahar dengan gelar Husein Quli Khan (budak Husein). Dengan pengakuan ini Mir Mahmud menjadi
lebih leluasa bergerak. Pada tahun 1721 M ia dapat merebut han, mengepungnya
selama 6 bulan dan memaksa Shah Husein untuk menyerah tanpa syarat. Pada
tanggal 12 Oktober 1722 M Shah Husein menyerah dan 25 Oktober Miir Mahmud
memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
c. Aliran
Diantara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan safawi ialah
konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani. Bagi kerajaan Usmani berdirinya
kerajaan Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap
wilayah kekuasaannya. Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsung lama,
meskipun pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian pada masa Shah
Abbas I. namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah
itu dapat di katakan tidak ada lagi perdamaian antara dua kerajaan besar
islam tersebut.
Penyebab penting lainnya adalah karena pasukan ghulam (budak-budak)
yang dibentuk oleh abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi
seperti Qizilbash. Hal ini disebabkan karena pasukan tersebut
tidak di siapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani
seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu, anggota Qizilbash
yang baru ternyata tidak memiliki militansi dan semangat yang sama dengan
anggota Qizilbash sebelumnya.
3.
Kemunduran Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal merupakan kelanjutan dari
kesultanan Delhi, sebab ia menandai puncak perjuangan panjang untuk membentuk
sebuah imperium India muslim yang didasarkan pada sebuah sintesa antara warisan
bangsa Persia dan bangsa India Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama
di India.
Jika pada dinasti-dinasti sebelumnya Islam belum
menemukan kejayaannya, maka kerajaan ini justru bersinar dan Berjaya.
Kerajaan mughal merupakan kelanjutan dari kesultanan Delhi,
karena Pendiri kerajaan ini oleh Zahiruddin Babur, keturunan timur lenk.[8] Namun setelah sepeninggalanya roda pemerintahan dilanjutkan oleh anaknya
Humayun barangkali adalah masa-masa pemerintahan yang paling kejam, menindas,
dan merusak sepanjang kaum muslimin. Ketika kerajaan mongol dan timur pecah
menjadi kerajaan-kerajaan kecil, dunia islam menjadi terkotak-kotak dan jatuh
pada kekuasaan yang berdinsati.[9]
Kemudian raja Shah Jehan meninggal dunia pada 1657, setelah menderita sakit
keras. Setelah kematiannya terjadi perang saudara. Perang saudara tersebut pada
akhirnya menghantar Aurangzeb sebagai pemegang Dinasti Mughal berikutnya.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah
muncul, tetapi dapat di atasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan
Aurangzebyang dengan keras menetapkan pemikiran puritanismenya. Setelah itu
wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang
ditinggalkannya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu setengah abad terakhir, dan
membawa kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu:
a. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer
inggris di wilayah- wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan
mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam
mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
b. Pada masa humayun ini di hiasi dengan peperangan seperti pada 1535 di
Baksar dekat Banaras melawan pasukan Sher Khan, kekalahanpun terjadi.[10]
c. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik, yang sangat
boros dalam penggunaan uang Negara. Ini memicu terjadinya krisis
financial, padahal tingkat pajak sudah begitu tinggi.
Untuk keluar dari krisis ini, Gaykhatu (690-694 H/1291-1295 M), penguasa
ke-5 dari dinasti Mongol mencoba memperkenalkan uang kertas yang kemudian tidak
diterima oleh rakyat.[11]
Walupun Ghazan Khan penguasa ketujuh Mughal memperkenalkan sejumlah reformasi bangsanya, tetap saja kemerosotan perdangan yang terus meluas dan menyebabkan
kehancuran sendi-sendi ekonomi.
d. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide
puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar
diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya;
e. Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang- orang lemah dalam bidang
kepemimpinan.[12] Seperti kedudukan raja hanya sebagai simbol dan lambang belaka. Para raja
diberi gaji pada kolonial Inggris yang menghidupi istana.[13]
f. Sector pertanian
Kurangnya pemeliharaan saluran irigasi
menimbulkan dampak adanya kemerosotan ekonomi pada titik paling rendah.
D. KESIMPULAN/PENUTUP
1. Kesimpulan
a.
Faktor penyebab
kemunduran kerajaan Usmani yaitu:
1) Wilayah kekuasaan sangat luas, namun
administrasi kerajaan tidak beres.
2) Heterogenitas penduduk
3) Kelemahan para penguasa
4) Budaya Pungli
5) Pemberontakan tentara jenissari
6) Merosotnya ekonomi
7) Terjadinya stagnasi dalam lapangan Ilmu dan Tegnologi.
b. Faktor Penyebab kemunduran kerajaan Safawi yaitu:
1) Konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani.
2) Dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan safawi. Dan
dikarenakan pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh abbas
I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash.
3) Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan
keluarga istana.
c.
Faktor penyebab kemunduran Kerajaan Mughal yaitu:
1) Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer
inggris di wilayah- wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan
mughal
2) Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan raja dan elit politik.
3) Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide
puritan dan kecenderungan asketisnya;
4) Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang
kepemimpinan.
5) Sektor pertanian yang melemah
2.
Penutup
Demikianlah pembahasan makalah Kemunduran Tiga Kerajaan Besar, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah sendiri. Kritik dan
saran yang konstruktif sangat kami harapkan dalam pembuatan makalah selanjutnya
agar menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka, Sejarah Umat Islam III, Jakarta: Bulan Bintang, 1981
Maarif, Ahmad Syafii dan M Amin Abdullah, Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Phublisher, 2007
Munir Amin, Syamsul, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
Amzah, 2010
Sholikhin,M, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rasail, 2005
Syukur , Fatah, Sejarah Peradaban Islam,Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2010
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008
[1] M. Sholikhin, Sejarah Peradaban Islam , (Semarang: Rasail, 2005 ),
hml. 106.
[2] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam,(Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2010), hlm.151.
[3] Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.208.
[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm.168
[5] Ibid., hlm. 168-169.
[6] Hamka, Sejarah Umat Islam III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hlm. 71-73.
[7]
Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 158-159.
[8] Fatah Syukur, Op. Cit ., hlm.142.
[9] Umer Chapra, Peradaban Muslim, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.85.
[10] Ahmad Syafii Maarif dan M Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Phublisher, 2007), hlm.315.
[11] Umer Chapra, Op. Cit., hlm.100.
[12] Badri Yatim, Op. Cit., hlm.163
[13] Ahmad Syafii Maarif dan M Amin Abdullah, Op. Cit., hlm.318.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar