Rabu, 03 Maret 2021

MAKALAH KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR

KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR

 

 

A.      PENDAHULUAN

Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat kita akan membangun masa depan. Kaitan dengan itu kita bisa tahu apa dan bagaimana perkembangan islam pada masa lampau. Kerajaan turki usmani yang berdiri dari 1290 hngga 1924, kerajaan syafawi dari 1252-1736, sedang kerajaan mughal dari 1526-1959  telah banyak mengalami perputaran roda kepemimpinan. Tentunya dunia islam telah banyak banyak melewati sebuah fase yang sulit maupun bahagia sepanjang sejarah perjalananya, hasil maupun karya dari adanya kerajaan ini.

Sejarah tiga kerajaan islam bukan semata rentetan peristiwa, lebih dari itu ia merupakan kumpulan gambar yang menyikap rangkaian prestasi dan kegagalan, kecermilangan dan kemalangan, serta kejayaan dan akhirnya kehancuran.

Disnilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang patut kita pelajari untuk merancang serta merencanakan matang-matang untuk masa depan yang lebih cemerlang tanpa tergoyahkan dengan kekuatan apa pun.

Dengan demikian pemahaman kita untuk melangkah lebih lanjut mengenai fase-fase nampaknya kemunduran tiga kerajaaan besar muslim khususnya turki, safawi, serta mughal akan diurai lebih lanjut dengan pembatasa masalah yang ada dalam rumusan masalah dibawah ini.

 

B.       RUMUSAN MASALAH

1.         Apa faktor penyebab kemunduran kerajaan Turki Usmani?

2.         Apa faktor penyebab Kemunduran kerajaan Safawi?

3.         Apa faktor penyebab Kemunduran kerajaan Mughal?

 

 

 

 

 

 

 

C.      PEMBAHASAN

 

1.         Kemunduran Kerajaan Turki Usmani

Dimasa dinasti usmani, ini didirikan oleh bangsa turki dari kabilah oghus  tepatnya didaerah mongol dan daerah utara negeri cina. Kemudian sang rajanya yaitu usman yang bergelar padisyah al-usmani. Wilayah turki usmani  meliputi sebagian Negara Eropa, Asia Tengah, Afrika dan Semenanjung Arab.[1] Namun pada akhirnya mengalami kemunduran. Belakangan hanya Turki saja sebagai wilayah dinasti tersebut.

Kemunduran tersebut lebih disebabkan adanya pertentangan intelektual dinasti utsmani serta pemberontakan dan upaya pelepasan diri dari Negara jajahan.

Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan usmani itu mengalami kemunduran, diantaranya adalah:

a.     Wilayah kekuasaan yang sangat luas

Adminitrasi pemerintah bagi suatu Negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara adminitrasi pemerintah kerajaan usmani tidak beres. Di pihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang terus-menerus dengan berbagai bangsa. Hal ini tentu menyedot banyak potensi yang seharusnya dapat digunkan untuk membangun negara.

b.    Heterogenitas penduduk

Sebagai kerajaan besar, turki usmani menguasai wilayah yang amat luas, mencakup asia kecil, Armenia, irak, syiria, hejaz, dan Yaman di Asia, Mesir, Libya, Tunis, Al-Jazair di Afrika, dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hungaria, dan Rumania di Eropa.3 Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragam  dan tersebar dalam wilayah yang luas itu, diperlukan suatu organisasi pemerintah yang teratur. Tanpa didukung oleh administrasi yang baik, Kerajaan Usmani hanya akan menanggung beban yang berat akibat heterogenitas tersebut. Perbedaan bangsa dan agama sering kali melatarbelakangi terjadinya pemberontakan dan peperangan.

c.     Kelemahan para penguasa

Sepeninggalan Al-qonuni, Turki dipegang oleh sultan-sultan yang lemah. Tampaknya penguasa Turkia hanya menuruti ambisi penaklukan, sementara sistem pemerintahan diabaikan. Akibatnya pemerintah menjadi kacau. Kekacauan itu tidak dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama  menjadi semakin parah.[2]

d.    Budaya Pungli

Budaya ini sudah umum dalam kerajaan ini, setiap jabatan yang diraih pasti harus ada kata “bayar” ataupun sogokan, maka menyebabkan dekadensi moral kian merajalela sehingga merapuhkan kekuatan kepemimpan.[3] Berjangkitnya budaya pungli ini mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat semakin rapuh.

e.    Pemberontakan tentara Jenissari

Diantara pemberontakan yang mempercepat runtuhnya turki usmani diantara pemberontakan itu meliputi gerakan wahabi semenanjung Arab, yang dipimpin oleh Muhammad bin abd al- wahhab  yang berkoalisi dengan M. bin Saud Penguasa najed namun dapat dipatahkan oleh gubenur Ali Pasya sebab pemberontakan ini bertujuan memurnikan ajaran tauhid dalam ajaran Al-Quran dan Sunnah.

Pemberontakan Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. Pada masa belakangan pihak Jenissari tidak lagi menerapkan prinsip seleksi dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh keturunan dan golongan tertentu yang mengakibatkan adanya pemberontakan-pemberontakan.[4] Mereka adalah tentara yesseri, tinggal dibayangkan saja jika mereka melakukan pemberontakan. Ada pula kegagalan serangan ke Wina 1683 merupakan anggapan hancurnya kejayaan usmani karena espansi turki ke Eropa mengalami stagnansi.

f.     Merosotnya ekonomi

Akibat perang yang tak pernah berhenti perekonomian Negara merosot. Pendapatan berkurang sementara belanja Negara sangat besar, termasuk untuk biaya perang.

g.    Terjadinya stagnasi dalam lapangan Ilmu dan Tegnologi

Kerajajan usmani kurang berhasil dalam pengembagan Ilmu dan Teknologi ini karena hanya mengutamakan pengembangan militernya. Kemajuan militer yang tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan Usmani tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.

Demikianlah proses kemunduran kerajaan besar usmani. Pada masa selanjutnya, di periode modern, kelemahan kerajaan ini  menyebabkan kekuatan-kekuatan Eropa tanpa segan-segan  menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di kekuasaan kerajaan Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.[5]

 

2.         Kemunduran Kerajaan Safawi

Ismail safawi lahir di ardabil, 25 rajab 892h/17 juli 1487 m merupakan pendiri dan penguasa pertama dinasti safawi yang  berkuasa di iran.

Sepeninggal Abbas 1 Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu safi mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), dan Abbas III (1733-1736 M). pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.

Adapun penyebab kemunduran kerjaan syafawi yaitu:

a.    Kepemimpinan

Safi Mirza, cucu abbas I  adalah seorang pemimpin yang lemah, ia sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifat pencemburunya. Kemajuan yang pernah di capai oleh Abbas I segera menurun. Kota Qandahar (sekarang termasuk wilayah Afghanistan) lepas dari kekuasaan kerajaan safawi, diduduki oleh kerajaan mughol yang ketika itu di perintah oleh Sultan Syah Jehar, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Usmani.

Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian, dengan bantuan wazir-wazirnya, pada masanya kota Qandahar dapat direbut kembali.

Sebagaimana Abbas II, sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang di curigainya. Akibatnya, rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah, ia diganti oleh Shah Husain Alim. Pengganti Sulaiman ini memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama’ Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afganistan, sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan dinasti Safawi.[6]

Penyebab lainnya adalah dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan safawi. ini turut mempercepat proses kehancuran kerajaan tersebut. Sulaiman, disamping pecandu berat narkotik, juga menyenangi kehidupan malam beserta harem- haremnya selama tujuh tahun tanpa sekalipun menyempatkan diri menangani pemerintahan. Begitu juga Sultan Husein.

Penyebab penting lainnya adalah karena pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash. Hal ini disebabkan karena pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu, anggota Qizilbash yang baru tidak memiliki militansi dan semangat yang sama dengan anggota Qizilbash sebelumnya.

Tidak kalah penting dari sebab-sebab diatas adalah seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.[7]

b.    Pemberontakan

Pemberontakan bangsa Afgan tersebut terjadi pertama kali pada tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan terjadi di heart, suku Ardabil Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Vays dig anti oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Ia berhasil mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil.

Dengan kekuatan gabungan ini, Mir Mahmud berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan merebut negeri-negeri Afghan dari kekuasaan safawi. Ia bahkan berusaha menguasai Persia.

Karena desakan dan ancaman Mir Mahmud, Shah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya sebagai gubernur di Qandahar dengan gelar Husein Quli Khan (budak Husein). Dengan pengakuan ini Mir Mahmud  menjadi lebih leluasa bergerak. Pada tahun 1721 M ia dapat merebut han, mengepungnya selama 6 bulan dan memaksa Shah Husein untuk menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 Oktober 1722 M Shah Husein menyerah dan 25 Oktober Miir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.

c.    Aliran

Diantara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan safawi ialah konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani. Bagi kerajaan Usmani berdirinya kerajaan Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian pada masa Shah Abbas I. namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat di katakan  tidak ada lagi perdamaian antara dua kerajaan besar islam tersebut.

Penyebab penting lainnya adalah karena pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh abbas  I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti  Qizilbash. Hal ini disebabkan karena pasukan tersebut tidak di siapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu, anggota Qizilbash yang baru ternyata tidak memiliki militansi dan semangat yang sama dengan anggota Qizilbash sebelumnya.

 

3.         Kemunduran Kerajaan Mughal

Kerajaan Mughal merupakan kelanjutan dari kesultanan Delhi, sebab ia menandai puncak perjuangan panjang untuk membentuk sebuah imperium India muslim yang didasarkan pada sebuah sintesa antara warisan bangsa Persia dan bangsa India Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di India.

Jika pada dinasti-dinasti sebelumnya Islam belum menemukan kejayaannya, maka kerajaan ini justru bersinar dan Berjaya.

Kerajaan mughal merupakan kelanjutan dari kesultanan Delhi, karena  Pendiri kerajaan ini oleh Zahiruddin Babur, keturunan timur lenk.[8] Namun setelah sepeninggalanya roda pemerintahan dilanjutkan oleh anaknya Humayun barangkali adalah masa-masa pemerintahan yang paling kejam, menindas, dan merusak sepanjang kaum muslimin. Ketika kerajaan mongol dan timur pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil, dunia islam menjadi terkotak-kotak dan jatuh pada kekuasaan yang berdinsati.[9]

Kemudian raja Shah Jehan meninggal dunia pada 1657, setelah menderita sakit keras. Setelah kematiannya terjadi perang saudara. Perang saudara tersebut pada akhirnya menghantar Aurangzeb sebagai pemegang Dinasti Mughal berikutnya.

Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul, tetapi dapat di atasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzebyang dengan keras menetapkan pemikiran puritanismenya. Setelah itu wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya.

 

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu setengah abad terakhir, dan membawa kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu:

a.     Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer inggris di wilayah- wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.

b.    Pada masa humayun ini di hiasi dengan peperangan seperti pada 1535 di Baksar dekat Banaras melawan pasukan Sher Khan, kekalahanpun terjadi.[10]

c.     Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik, yang sangat  boros  dalam penggunaan uang Negara. Ini memicu terjadinya krisis financial, padahal tingkat pajak sudah begitu tinggi.

Untuk keluar dari krisis ini, Gaykhatu (690-694 H/1291-1295 M), penguasa ke-5 dari dinasti Mongol mencoba memperkenalkan uang kertas yang kemudian tidak diterima oleh rakyat.[11] Walupun Ghazan Khan penguasa ketujuh Mughal memperkenalkan sejumlah reformasi bangsanya, tetap saja kemerosotan perdangan yang terus meluas dan menyebabkan kehancuran sendi-sendi ekonomi.

d.    Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya;

e.     Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang- orang lemah dalam bidang kepemimpinan.[12] Seperti kedudukan raja hanya sebagai simbol dan lambang belaka. Para raja diberi gaji pada kolonial Inggris yang menghidupi istana.[13]

f.     Sector pertanian

Kurangnya pemeliharaan saluran irigasi menimbulkan dampak adanya kemerosotan ekonomi pada titik paling rendah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

D.      KESIMPULAN/PENUTUP

1.    Kesimpulan

a.    Faktor penyebab kemunduran kerajaan Usmani yaitu:

1)   Wilayah kekuasaan sangat luas, namun administrasi kerajaan tidak beres.

2)   Heterogenitas penduduk

3)   Kelemahan para penguasa

4)   Budaya Pungli

5)   Pemberontakan tentara jenissari

6)   Merosotnya ekonomi

7)   Terjadinya stagnasi dalam lapangan Ilmu dan Tegnologi.

b.   Faktor Penyebab kemunduran kerajaan Safawi yaitu:

1)   Konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani.

2)   Dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan safawi. Dan dikarenakan pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh abbas  I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti  Qizilbash.

3)   Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.

c.    Faktor penyebab kemunduran Kerajaan Mughal yaitu:

1)   Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer inggris di wilayah- wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan mughal

2)   Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan raja dan elit politik.

3)   Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya;

4)   Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.

5)   Sektor pertanian yang melemah

 

2.    Penutup

Demikianlah pembahasan makalah Kemunduran Tiga Kerajaan Besar, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah sendiri. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan dalam pembuatan makalah selanjutnya agar menjadi lebih baik lagi.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Hamka, Sejarah Umat Islam III, Jakarta: Bulan Bintang, 1981

Maarif, Ahmad Syafii dan M Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Phublisher, 2007

Munir Amin,  Syamsul, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010

Sholikhin,M,  Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rasail, 2005

Syukur , Fatah, Sejarah Peradaban Islam,Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2010

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008

 



[1] M. Sholikhin, Sejarah Peradaban Islam , (Semarang: Rasail, 2005 ), hml. 106.

[2] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam,(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2010), hlm.151.

[3] Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.208.

[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008),  hlm.168

[5] Ibid., hlm. 168-169.

[6]  Hamka, Sejarah Umat Islam III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hlm. 71-73.

[7] Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 158-159.

[8] Fatah Syukur, Op. Cit ., hlm.142.

[9] Umer Chapra, Peradaban Muslim, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.85.

[10] Ahmad Syafii Maarif dan M Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Phublisher, 2007), hlm.315.

[11] Umer Chapra, Op. Cit., hlm.100.

[12] Badri Yatim, Op. Cit.,  hlm.163

[13] Ahmad Syafii Maarif dan M Amin Abdullah, Op. Cit., hlm.318.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar