ISU – ISU MANAJEMEN PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam undang-undang No.20 tahun 2003 tentang
system pendidikan nasional bab I pasal 1: Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendallian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia,serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dalam pendidikan
hendaknya tercipta sebuah wadah dimana peserta didik bisa secara aktif
mempertajam dan memunculkan kepermukaan potensi-potensinya sehingga menjadi
kemampuan-kemampuan yang dimilikinya secara alamiah. Manusia secara
alamiah memiliki dimensi jasad, kejiwaan dan spiritualitas. Disamping itu
manusia juga memiliki peluang untuk bersifat mandiri, aktif, rasional, social
dan spiritual. Menurut H.A.R.
Tilaar pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan peserta didik yang
memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional
dan global. Dalam makalah ini akan membahas isu-isu
manajemen pendidikan mutu pendidikan berbasis sekolah, masyarakat dan
kompetensi
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa isu
Manajemen Pendidikan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah ?
2.
Apa isu
Manajemen Pendidikan Mutu Pendidikan Berbasis Masyarakat ?
3.
Apa isu
Manajemen Pendidikan Mutu Pendidikan Berbasis Kompetensi ?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui isu Manajemen Pendidikan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah
2.
Untuk
mengetahui isu Manajemen Pendidikan Mutu Pendidikan Berbasis Masyarakat
3.
Untuk
mengetahui isu Manajemen Pendidikan Mutu Pendidikan Berbasis Kompetensi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Isu Manajemen Pendidikan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) didefinisikan sebagai
proses manajemen sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan,
secara otonomi direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi
melibatkan semua stakeholder sekolah.
Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) juga dapat didefinisikan sebagai
model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif
untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah
dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh karena itu, esensi MPMBS adalah otonomi sekolah dan pengambilan
keputusan partisipasif untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
Secara operasional MPMBS dapat didefinisikan sebagai
keseluruhan proses pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan yang diupayakan sendiri oleh kepala sekolah bersama
semua pihak yang terkait atau berkepentingan dengan mutu pendidikan.[1]
1. Karakteristik
MPMBS
Menurut Levavic dalam Bafadal terdapat tiga
karakteristik kunci MPMBS, yaitu sebagai berikut:
a.
Kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan
keputusan yang berhubungan peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan
kepada para stakeholder sekolah.
b.
Domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang
mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan, mencakup keuangan,
kepegawaian, sarana dan prasarana, penerimaan siswa baru, dan kurikulum.
c.
Walaupun keseluruhan domain manajemen peningkatan
mutu pendidikan didesentralisasikan ke sekolah-sekolah, namun diperlukan adanya
sejumlah regulasi yang mengatur fungsi control pusat terhadap keseluruhan
pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab sekolah.[2]
Karakteristik
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah secara inklusif memuat
elemen-elemen sekolah efektif yang dikategorikan menjadi; input, proses dan output. Selanjutnya yang
dikategorikan menjadi input, output dan proses yaitu;
a.
Input (masukan), Secara umum input sekolah meliputi:
visi, misi, tujuan, sasaran, manajemen, sumberdaya manusia, dan lainnya.
b.
Proses, meliputi proses belajar mengajar,
kepemimpinan, lingkungan sekolah, pengelolaan tenaga kependidikan, sekolah
memilki budaya mutu, sekolah memilki tem work yang kompak, sekolah memilki
kewenangan, partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat, sekolah
memilki transparansi manajemen, sekolah memiliki kemauan untuk berubah,
melakukan evaluasi secara berkelanjutan, sekolah responsive, memiliki
komunikasi yang baik, memiliki akuntabilitas, dan kemampuan menjaga
sustainabilitas.
c.
Output adalah prestasi yang diraih sekolah akibat dari
proses belajar mengajar dan manajemen sekolah, baik berupa prestasi akademik
maupun non akademik.[3]
2.
Tujuan dan faktor yang mendorong penerapan MPMBS
MPMBS bertujuan untuk
memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi)
kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk
mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat
untuk meningkatkan mutu pendidikan. Lebih rincinya, MPMBS bertujuan untuk
:
a.
Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan
kemandirian, fleksibelitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas,
sustainbilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan
memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b.
Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan
tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang
mutu sekolahnya, dan
d. Meningkatkan
kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan
yang akan dicapai.
Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui
pemberian wewenang, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah.
MPMBS diterapakan karena beberapa factor diantaranya
adalah sebagai berikut:
a.
Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang,
ancaman bagi dirinya sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia untuk memajukan sekolahnya.
b.
Sekolah lebih mengetahui kebutuhan, khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan
sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c.
Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah
lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang
paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
d. Keterlibatan
warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan
transparansi dan demokrasi yang sehat.
e.
Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu
pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik dan
masyarakat pada umumnya, sehingga akan berupaya semaksimal mungkin untuk
melaksanakan dna mencapai sasaran mutu pendidikna yang telah direncanakan. [4]
B.
Isu Manajemen Pendidikan Mutu Pendidikan Berbasis Masyarakat
Konsep Pendidikan
Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat,
dan untuk masyarakat. Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan
Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan
memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya
partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk
menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut adalah untuk
mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing
dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian tenaga
pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabilitas
(pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Menurut Sagala akuntabilitas
dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan akan pendidikan
bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat akan
menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada
masyarakat (community based education). Untuk mewujudkan output pendidikan yang
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang
bermutu. Apabila kita lihat mutu pendidikan di negara kita saat ini masih
menghadapi beberapa problematika.
Beberapa problem
mengenai mutu pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR. Arief Rahman adalah :
1.
Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya
2. Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada
aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.[5]
Kendala dalam Implementasi pendidikan berbasis
masyarakat.
Kendala dalam
mengimplementasikan Pendidikan Berbasis Masyarakat menurut Sagala adalah :
1.
Sistem perencanaan, pengangguran dan pertanggungjawaban keuangan yang
dianut pemerintah masih dari atas ke bawah (top down).
2.
Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan atau kekuatan energi
masyarakat.
3.
Sikap Birokrat yang belum mampu membiasakan diri bertindak sebagai pelayan.
4.
Karakteristik kebutuhan belajar masyarakat yang sangat beragam, sedangkan
sistem perencanaan yang dianut masih turun dari atas dan bersifat standar.
5.
Sikap masyarakat dan juga pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
masih tertuju pada hal-halyang bersifat kebutuhan badani / kebendaan.
6.
Budaya menunggu pada sebagian besar masyarakat kita.
7.
Tokoh panutan, yaitu tokoh-tokoh masyarakat yang seyogyanya berperan
sebagai panutan sering berperilaku seperti birokrat.
8.
Lembaga sosial masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan masih
kurang.
9.
Keterbatasan anggaran, sarana prasarana belajar, dan tenaga kependidikan.
10. Egoisme sektoral,
yaitu masih ada keraguan di antara prosedur yang berbeda tentang kedudukan
masyarakat dalam institusi pendidikan berkaitan dengan pendidikan berbasis
masyarakat yang masih menonjolkan karakteristiknya masing-masing.[6]
C.
Isu Manajemen Pendidikan Mutu Pendidikan Berbasis Kompetensi
Manajemen peningkatan mutu sebagai pola baru
mengalami perubahan yang mendasar dengan pendekatan desentralistik sebagai
implikasi otonomi pendidian yang memberikan otonomi yang luas pada sekolah dan
partisipasi masyarakat yang intensif, menggunakan pendekatan profesional bukan
pendekatan birokratik, pengambilan keputusan bersifat partisipatif bukan
terpusat, dan adanya pemberdayan seluruh potensi atau sumberdaya yang ada untuk
peningkatan mutu pendidikan. Pengelolaan pendidikan dengan manajemen
peningkatan mutu lebih menekankan pada kemandirian, kreativitas sekolah dan
perbaikan proses yang lebih dijiwai oleh budaya mutu, sehingga tumbuh
kemandirian sekolah yang tentunya diharapkan sekolah mengetahui kekuatan,
kelemahan, peluang maupun ancaman yang datang, dan mengoptimalkan sumberdaya
yang tersedia untuk memajukan sekolah, sekolah mengetahui kebutuhan dirinya
terutama input pendidikan yag akan dikembangkan, sekolah bertanggung jawab atas
mutu pendidikan kepada pemerintah, orangtua peserta didik, masyarakat, sekolah
melakukan persaingan sehat dengan sekolah lain ntuk meningkatkan mutu
pendidikan.
Sistem yang tersirat dalam manajemen
peningkatan mutu tersebut mencakup komponen yang saling terkait satu sama lain
yaitu konteks, input, proses, output dan outcomes. Konteks menunjuk pada
permintaan pendidikan, aspirasi dan dukungan masyarakat, kebijakan pemerintah,
dan kondisi geografis. Input menunjuk pada visi dan misi sekolah, sumberdaya sekolah,
kurikulum, dan peserta didik. Proses mencakup proses pengambilan keputusan,
proses pengelolaan kelembagaan, proses pembelajaran, dan proses evaluasi.
Output menunjuk pada academic achievement seperti rapor dan lomba karya tulis,
dan non academic achievement yang meliputi prestasi dan ketrampilan. Outcomes
mencakup kemanfaatan sekolah dalam pendidikan lanjut, pengembangan karir dan
kesempatan untuk berkembang.
Kompetensi merupakan perpaduan dari
pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasan
berpikir dan bertindak, dengan karakteristik kurikulum berbasis kompetensi
yaitu menekankan ketercapaian kompetensi siswa baik idividual maupun klasikal,
berorientasi hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman, penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode bervariasi, sumber belajar
bukan hanya guru tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif, dan penilaian menekankan proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian kompetensi. [7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) didefinisikan sebagai proses manajemen sekolah
yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan, secara otonomi direncanakan,
diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi melibatkan semua stakeholder
sekolah. MPMBS bertujuan untuk
memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi)
kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk
mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan
masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
2.
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari
masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Dari konsep di atas dapat
dinyatakan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola
oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan
menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta
bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
3.
Kompetensi
merupakan Pengelolaan pendidikan dengan manajemen peningkatan mutu lebih
menekankan pada kemandirian, kreativitas sekolah dan perbaikan proses yang
lebih dijiwai oleh budaya mutu, sehingga tumbuh kemandirian sekolah yang
tentunya diharapkan sekolah mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang maupun
ancaman yang datang
B.
Kata Penutup
Demikianlah
pembahasan makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah
sendiri. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan dalam pembuatan
makalah selajutnya agar menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bafadal, Ibrahim, Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.
Depdiknas.
2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Umum Direktorat Pendidkan Dasar dan Menengah, 2000.
Mulyono, Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan, Jogjakarta: Ar- Ruzz
Media, 2008.
Sagala, S. Manajemen Berbasis
sekolah dan Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. Jakarta : PT Rakasta Samasta, 2004.
Syafaruddin, Efektivitas
Kebijakan Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
http://www.ssep.net/director.html,
diakses tgl 2 Oktober 2018, pkl: 20.35
[1] Ibrahim Bafadal, Manajemen Peningkatan
Mutu Sekolah Dasar (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2006). hlm. 82-84.
[2] Ibid., hlm. 82
[3] Syafaruddin,
Efektivitas Kebijakan Pendidikan (Jakarta:Rineka Cipta, 2008),hlm. 178-179
[4] http://www.ssep.net/director.html,
diakses tgl 2 Oktober 2018, pkl.20.35
[5] Sagala, S. Manajemen Berbasis sekolah dan
Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. (Jakarta : PT Rakasta
Samasta, 2004). Hlm. 54-66
[6] Mulyono, Manajemen Administrasi & Organisasi
Pendidikan, Ar- Ruzz Media (Jogjakarta:,
Ar- Ruzz Media, 2008) hlm. 92-93
[7] Depdiknas. 2000. Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum Direktorat Pendidkan
Dasar dan Menengah, 2000), hlm. 34-35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar