JARIMAH
KHAMR (MINUMAN KERAS)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam melarang khamr (minuman
keras), karena khamr dinggap sebagai induk keburukan (ummul khabaits),
disamping merusak akal, jiwa, kesehatan dan harta. Dari sejak semula, Islam
telah berusaha menjelaskan kepada umat manusia, bahwa manfaatnya tidak seimbang
dengan bahaya yang ditimbulkankannya. Allah berfirman:
Ulama agama mengatakan bahwa
hukum meminum khamar adalah haram karena khamar menjadi induk segala kekejian
dan kejahatan. Ahli kedokteran mengatakan bahwa
khamr merupakan bahaya paling besar yang dapat menghancurkan kehidupan manusia.
Khamar membuka jalan masuknya penyakit yang sangat kronis.
Oleh karena itu, saya akan membahas
lebih lanjut perihal pengertian khamr, dasar hokum, unsur-unsur meminum khamr,
hukum bagi peminum khamr, cara pembuktian peminum khamr dan hal-hal yang
menghalangi pelaksanaan hukuman.
B. Rumusan
Masalah
1
Apa
pengertian khamr dan dasar hukum meminum khamr?
2
Apa
saja unsur-unsur jarimah minuman khamr?
3
Bagaimana
hukuman bagi peminum khamr dan cara
pembuktiannya?
4
Hal-hal
apa yang menghalangi terlaksananya hukuman.?
C. Maksud
dan Tujuan
1
Untuk
mengetahui pengertian khamr dan dasar hukum meminum khamr
2
Untuk
mengetahui unsur-unsur jarimah minuman khamr
3
Untuk
mengetahui hukuman bagi peminum khamr dan cara pembuktiannya
4
Untuk
mengetahui hal-hal yang menghalangi terlaksananya hukuman.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Khamr dan Dasar Hukum Meminum Khamr
1.
Pengertian Khamr
Secara etimologi, khamr berasal dari kata “khamara”
(خَمَرَ) yang bermakna satara (سَتَرَ), artinya menutupi. Sedang khammara
(خَمَّرَ) berarti memberi ragi. Adapun al-khamr
diartikan arak (segala yang memabukkan). Sedangkan
jumhur ulama memberikan definisi khamar yaitu: segala sesuatu yang memabukkan
baik sedikit maupun banyak.
Dari Ibni Umar RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda,
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍحَرَامٌ
’Segala yang memabukkan itu adalah khamar dan semua
jenis khamar itu haram.`
(HR. Muslim dan Ad-Daruquthuny).[1]
Dalam
mazhab Al-Hanafiyah, definisi khamar adalah air perasan buah anggur yang telah
berubah menjadi minuman memabukkan. Sedangkan minuman memabukkan lainnya bukan
termasuk khamar dalam pandangan mereka. Namun demikian, orang yang mabuk karena
minum minuman memabukkan tetap dihukum juga sesuai dengan aturan syariat.
Peminumnya adalah seorang yang waras atau berakal. Sehingga orang gila bila
meminum minuman keras maka tidak boleh dihukum hudud.
Pada era modern, benda yang
memabukkan dapat dikemas menjadi benda padat, cair, maupun gas, bahkan ada yang
dikemas menjadi bentuk makanan, minuman, tablet, kapsul, atau serbuk sesuai
dengan kepentingan dan kondisi si pemakai. Delik pidana yang dimaksud dalam
pembahasan ini, yaitu seluruh tindakan untuk mengkonsumi makanan atau minuman
melalui pencernaaan atau jaringan tubuh yang membuat pemakaianya mengalami
gangguan kesadaran.[2]
Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.86 Tahun 1997 memberi pengertian miuman keras (minuman
memabukkan) adalah semua jenis minuman yang beralkohol tetapi bukan obat, dan
mempunyai kadar alkohol yang berbeda-beda.[3]
2.
Dasar Hukum Meminum Khamr
Meminum
minuman khamr adalah perbuatan yang dilarang. Para peminum khamr dinilai
sebagai perilaku setan. Dalil hukum yang mengatur tentang sanksi hukum peminum
khamr diungkapkan oleh Allah dalam Alquran secara bertahap tentang status
hukum. Hal itu diungkapkan sebagai berikut.
a.
Ayat-ayat
Al-Quran
1) Surah Al-Baqarah ayat 219
“Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya,..."
2) Surah An-Nisa’ ayat 43
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu
mengerti apa yang kamu ucapkan,..
“
3) Surah Al-Maidah ayat 90-91
90.
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. 91.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian
di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu).
b.
Hadits
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar ra. Berkata: Umar telah berkhutbah di atas mimbar Rasulullah
Saw. Beliau mengucap syukur kepada Allah dan memuji-Nya, kemudian dia
berkhutbah: Sesungguhnya arak telah diharamkan oleh Allah berdasarkan ayat
Alquran. Arak yang dimaksud, terdiri dari lima macam jenis, yaitu gandum,
barli, tamar, zabib dan madu. Arak ialah benda yang menyebabkan hilang akal
yaitu mabuk”.[4]
B. Unsur-unsur
Jarimah Minuman Khamr
Unsur-unsur
jarimah minuman khamr ada dua macam, yaitu:
1
Asy-Syurbu
(meminum)
Sesuai
pengertian asy-syurbu (minuman) sebagaimana yang telah dikemukakan di atas,
Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa unsur ini
(Asy-Syurbu) terpenuhi apabila pelaku meminum sesuatu yang memabukkan. Dalam
hal ini tidak diperhatikan nama dari minuman itu dan dari bahan apa minuman itu
diproduksi. Dengan demikian, tidak ada perbedaan apakah yang diminum itu dibuat
dari perasan buah anggur, gandum, kurma, tebu, maupun bahan-bahan yang lainnya.
Demikian pula tidak diperhatikan kadar kekuatan memabukkannya, baik sedikit
maupun banyak, hukumannya tetap haram. Dianggap meminum apabila barang yang
diminumnya telah sampai ke tenggorokan. Apabila minuman tersebut tidak sampai
ke tenggorokan maka tidak dianggap meminum, seperti berkumur-kumur. Demikian
pula termasuk kepada perbuatan meminum, apabila meminum minuman khamr tersebut
dimaksudkan untuk menghilangkan haus, padahal ada air yang dapat diminumnya.
Akan tetapi, apabila hal itu dilakukan karena terpaksa (darurat) atau dipaksa,
pelaku tidak dikenai hukuman.
Apabila
seseorang meminum khamr untuk obat maka para fuqaha berbeda pendapat mengenai
status hukumnya. Menurut pendapat yang rajah dalam madzhab Maliki, Syafi’I, dan
Hanbali, berobat dengan meggunakan (minuman) khamr merupakan perbuatan yang
dilarang, dan peminumnya (pelaku) dapat dikenai hukuman had.
2.
Ada
Niat yang Melawan Hukum
Unsur
ini terpenuhi apabila seseorang melakukan perbuatan minum minuman keras (khamr)
padahal ia tahu bahwa apa yang diminumnya itu adalah khamr atau muskir. Dengan
demikian, apabila seseorang minum minuman yang memabukkan, tetapi ia menyangka
bahwa apa yang diminumnya itu adalah minuman biasa yang tidak memabukkan maka
ia tidak dikenai hukuman had, karena tidak ada unsur melawan hukum.
Apabila
seseorang tidak tahu bahwa minuman khamr itu dilarang, walaupun ia tahu bahwa
barang tersebut memabukkan maka dalam hal ini unsur melawan hukum (qasad
jina’i) belum terpenuhi. Akan tetapi, sebagaimana telah diuraikan, alasan tidak
tahu hukum tidak bisa diterima dari orang-orang yang hidup dan berdomisili di
negeri dan lingkungan islam.[5]
C. Hukuman
Bagi Peminum Khamr dan Cara
Pembuktiannya
1. Hukuman
Bagi Peminum Khamr
a.
Sanksi
Hukum dari Aspek Hukum Islam
Para
ulama sepakat bahwa para konsumen khamr ditetapkan sanksi hokum had, yaitu
hukum dera sesuai dengan berat ringannya tindak pelanggaran yang dilakukan oleh
seseorang. Terhadap pelaku pidana yang mengonsumsi minuman memabukkan
dan/obat-obatan yang membahayakan, sampai batas yang membuat gangguan kesadaran
(teler), menurut pendapat Hanafi dan Maliki akan dijatuhkan hukuman cambuk
sebanyak 80 kali. Menurut syafi’I hukumannya hanya 40 kali. Namun ada riwayat
yang menegaskan bahwa jika pemakai setelah dikenai sanksi hukum masih dan terus
melakukan beberapa kali (empat kali) hukumannya adalah hukuman mati.
Sanksi
tersebut dikenakan kepada para pemakai yang telah mencapai usia dewasa dan
berakal sehat, bukan atas keterpaksaan, dan mengetahui kalau benda yang
dikonsumsinya itu memabukkan. Dalam islam selain ditetapkan hukumnya minuman
keras (khamr) juga ditetapkan hukumannya terhadap seseorang yang mengkonsumsinya.
b.
Sanksi
Hukum dari Aspek Peraturan Perundang-undangan
Minuman
khamr dan obat-obatan terlarang lainnya sudah menjadi masalah nasional yang
perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat. Akhir-akhir ini
minuman memabukkan dan atau obat-obat terlarng lainnya tampak semakin marak
dikonsumsi oleh orang tertentu sehingga sudah meresahkan masyarakat dan
menimbulkan gangguan kesehatan.
Untuk
itu, upaya meningkatkan npengawasan pengamanan terhadap minum-minuman
memabukkan dalam masyarakta, pihak pemerintah telahmengeluarkan peraturan
Menteri Kesehatan No. 86/Men.Kes/IV/1997 tentang Minuman Memabukkan. Selain itu
di dalam KUHP memberikan sanksi atas pelaku (penggunaan khamr) hanya jika
sampai mabuk dan mengganggu ketertiban umum, yakni kurungan paling lama tiga
hari hingga paling lam tiga bulan (pasal 536). KUHP juga memberikan sanksi atas
orang yang menyiapkan atau menjual khamr, sanksi hukuman kurungan dimaksud,
paling lama tiga minggu (pasal 537), apalagi jika yang diberi minuman adalah
anak dibawah umur 16 tahun (pasal 538 dan 539).[6]
2. Cara
Pembuktian
Pembuktian
untuk jarimah minuman khamr dapat dilakukan dengan tiga macam cara sebagai
berikut.
a.
Dengan
Saksi
Jumlah
minimal saksi yang diperlukan untuk membuktikan jarimah minum khamr adalah dua
orang yang memenuhi syarat-syarat persaksian, sebagaimana yang telah diuraikan
dalam jarimah zina dan qadzaf. Disamping itu, Imam Abu Hamka dan Imam Abu
Yusuf mensyaratkan masih terdapatnya bau
minuman pada waktu dilaksanakannya persaksian. Dengan demikian, kedua Imam ini
mengaitkan persaksian dengan bau minuman keras (khamr). Akan tetapi, Imam
Muhammad Ibn Hasan tidak mensyaratkan hal ini.lain yang dikemukakan oleh Imam
Abu Hanifah dan murid-muridnya adalah persaksian atau peristiwa minum khamrnya
itu belum kadaluarsa. Batas kadaluarsa menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Abu
Yusuf adalah hilangnya bau minuman.
Adapun
menurut Muhammad Ibn Hasan, batas kadaluarsanya adalah satu bulan. Adapun
menurut Imam-imam yang lain, tidak ada kadaluarsa dalam persaksian untuk
membuktikan jarimah minum khamr ini.
b.
Dengan
Pengakuan
Jarimah
minum khamr dapat dibuktikan dengan adanya pengakuan dari pelaku. Pengakuan ini
cukup satu kali dan tidak perlu diulang-ulang sampai empat kali.
Ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk pengakuan dalam jarimah zina juga
berlaku untuk jarimah minuman khamr ini.
c.
Dengan
Qarinah
Jarimah
minuman khamr juga bisa dibuktikan dengan Qarinah atau tanda, qarinah tersebut
antara lain sebagai berikut.
1)
Bau
Minuman
Imam malik berpendapat bahwa bau minuman
keras dari mulut orang yang meminum merupakan suatu bukti dilakukannya
perbuatan minuman khamr, meskipun tidak ada saksi. Akantetapi Imam Abu Hanifah,
Imam Syafi’I, dan pendapat yang rajah dari Imam Ahmad berpendapat bau minuman
semata-mata tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti, karena mungkin saja ia
sebenarnya tidak minum, melainkan hanya berkumur-kumur, atau ia menyangka apa
yang diminumnya itu adalah air bukan khamr.
2)
Mabuk
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa
mabuknya seseorang sudah merupakan bukti bahwa ia melakukan perbuatan meminum
khamr. Apabila dua orang atau lebih menemukan seseorang dalam keadaan mabuk dan
dari mulutnya keluar bau minuman keras maka orang yang mabuk itu harus dikenai
hkuman had, yaitu dera 40 kali. Pendapat ini juga merupakan pendapat Imam
Malik. Akantetapi Imam Syafi’I dan salah satu pendapat Imam Ahmad tidak
menganggap mabuk semata-mata sebagai alat bukti tanpa ditunjang dengan bukti
yang lain. Sebebnya adalah adanya kemungkinan minumnya itu dipaksa atau karena
kesalahan.
3)
Muntah
Imam Malik berpendapat bahwa muntah
merupakan alat bukti yang lebih kuat daripada sekadar bau minuman, karena
pelaku tidak akan muntah kecuali setelah meminum minuman keras. Akantetapi Imam
Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad dalam slah satu pendapatnya tidak
menganggap muntah sebagai alat bukti, kecuali apabila ditunjang dengan
bukti-bukti yang lain, misalnya terdapatnya bau minuman keras dalam muntahnya.[7]
D. Hal-hal
yang Menghalangi Terlaksananya Hukuman.
Hukuman untuk pelaku minum-minuman keras
(khamr) tidak bisa dilaksanakan apabiala terdapat hal-hal sebagai berikut:
1
Pelaku
mencabut pengakuannya, sedangkan bukti lain tidak ada.
2
Para
saksi mencabut persaksiannya, sedangkan bukti lain tidak ada.
3
Para
saksi kehilangan kecakapannya setelah adanya putusan hakim tetapi sebelum
pelaksanaan hukuman. Ini hanya pendapat Imam Abu Hanifah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian
Khamr dan Dasar Hukum Meminum Khamr
a.
Pengertian
Khamr.
khamar yaitu: segala sesuatu yang memabukkan baik
sedikit maupun banyak.
b.
Dasar Hukum
meminum Khamr
1) Al Qur’an
2) Hadits
2.
Unsur-unsur Jarimah Minuman Khamr Cara
Pembuktian
a.
Asy-Syurbu
(meminum)
b.
Ada
Niat yang Melawan Hukum
3. Hukuman
Bagi Peminum Khamr dan Cara
Pembuktiannya
a. Hukuman Bagi
Peminum Khamr
1) Sanksi Hukum dari Aspek Hukum Islam
2) Sanksi Hukum dari Aspek Peraturan
Perundang-undangan
b. Cara
Pembuktian
1) Dengan Saksi
2)
Dengan
Pengakuan
3)
Dengan
Qarinah (Tanda)
4.
Hal-hal yang Menghalangi Terlaksananya Hukuman
a.
Pelaku
mencabut pengakuannya, sedangkan bukti lain tidak ada.
b.
Para
saksi mencabut persaksiannya, sedangkan bukti lain tidak ada.
c.
Para
saksi kehilangan kecakapannya setelah adanya putusan hakim tetapi sebelum
pelaksanaan hukumanDengan Pengakuan
B.
Penutup
Demikianlah
pembahasan makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah
sendiri. Kritik dan saran yang konstruktif
sangat kami harapkan dalam pembuatan makalah selajutnya agar menjadi lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al Asqalani, Ibnu Hajar, Terjemahan Hadits
Bulughul Maram, Bandung: Gema
Risalah Pers, 1991.
Ali,
Zainuddin, Hukum Pidana Islam,
Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Ali, Zainudin, Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2006
Muslich,
Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam,
Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
[1] Ibnu Hajar Al Asqalani, Terjemahan Hadits Bulughul Maram, (Bandung: Gema Risalah Pers,1991), hlm.425
[2] Zainudin Ali,
Hukum Islam, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006), hlm.
114
[3] Zainudin Ali,
Hukum Pidana Islam, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2007), hlm.79
[4] Ibid,.
hal. 94-95.
[5] Ahmad Wardi
Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2005), hal. 74-76
[6]Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Op.Cit., hal. 101-102.
[7]Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit,,
hlm.74
Tidak ada komentar:
Posting Komentar