Kamis, 04 Maret 2021

MAKALAH JARIMAH KHAMR (MINUMAN KERAS)

andiayis.blogspot.com

JARIMAH KHAMR (MINUMAN KERAS)

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Islam melarang khamr (minuman keras), karena khamr dinggap sebagai induk keburukan (ummul khabaits), disamping merusak akal, jiwa, kesehatan dan harta. Dari sejak semula, Islam telah berusaha menjelaskan kepada umat manusia, bahwa manfaatnya tidak seimbang dengan bahaya yang ditimbulkankannya. Allah berfirman:

Ulama agama mengatakan bahwa hukum meminum khamar adalah haram karena khamar menjadi induk segala kekejian dan kejahatan. Ahli kedokteran mengatakan bahwa khamr merupakan bahaya paling besar yang dapat menghancurkan kehidupan manusia. Khamar membuka jalan masuknya penyakit yang sangat kronis.

Oleh karena itu, saya akan membahas lebih lanjut perihal pengertian khamr, dasar hokum, unsur-unsur meminum khamr, hukum bagi peminum khamr, cara pembuktian peminum khamr dan hal-hal yang menghalangi pelaksanaan hukuman.

 

B.     Rumusan Masalah

1      Apa pengertian khamr dan dasar hukum meminum khamr?

2      Apa saja unsur-unsur jarimah minuman khamr?

3      Bagaimana hukuman bagi peminum khamr  dan cara pembuktiannya?

4      Hal-hal apa yang menghalangi terlaksananya hukuman.?

 

C.    Maksud dan Tujuan

1      Untuk mengetahui pengertian khamr dan dasar hukum meminum khamr

2      Untuk mengetahui unsur-unsur jarimah minuman khamr

3      Untuk mengetahui hukuman bagi peminum khamr  dan cara pembuktiannya

4      Untuk mengetahui hal-hal yang menghalangi terlaksananya hukuman.

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Khamr dan Dasar Hukum Meminum Khamr

1.        Pengertian Khamr

Secara etimologi, khamr berasal dari kata “khamara” (خَمَرَ) yang bermakna satara (سَتَرَ), artinya menutupi. Sedang khammara (خَمَّرَ) berarti memberi ragi. Adapun al-khamr diartikan arak (segala yang memabukkan). Sedangkan jumhur ulama memberikan definisi khamar yaitu: segala sesuatu yang memabukkan baik sedikit maupun banyak.

Dari Ibni Umar RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍحَرَامٌ

’Segala yang memabukkan itu adalah khamar dan semua jenis khamar itu haram.` (HR. Muslim dan Ad-Daruquthuny).[1]

Dalam mazhab Al-Hanafiyah, definisi khamar adalah air perasan buah anggur yang telah berubah menjadi minuman memabukkan. Sedangkan minuman memabukkan lainnya bukan termasuk khamar dalam pandangan mereka. Namun demikian, orang yang mabuk karena minum minuman memabukkan tetap dihukum juga sesuai dengan aturan syariat. Peminumnya adalah seorang yang waras atau berakal. Sehingga orang gila bila meminum minuman keras maka tidak boleh dihukum hudud.

Pada era modern, benda yang memabukkan dapat dikemas menjadi benda padat, cair, maupun gas, bahkan ada yang dikemas menjadi bentuk makanan, minuman, tablet, kapsul, atau serbuk sesuai dengan kepentingan dan kondisi si pemakai. Delik pidana yang dimaksud dalam pembahasan ini, yaitu seluruh tindakan untuk mengkonsumi makanan atau minuman melalui pencernaaan atau jaringan tubuh yang membuat pemakaianya mengalami gangguan kesadaran.[2]

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.86 Tahun 1997 memberi pengertian miuman keras (minuman memabukkan) adalah semua jenis minuman yang beralkohol tetapi bukan obat, dan mempunyai kadar alkohol yang berbeda-beda.[3]

2.        Dasar Hukum Meminum Khamr

Meminum minuman khamr adalah perbuatan yang dilarang. Para peminum khamr dinilai sebagai perilaku setan. Dalil hukum yang mengatur tentang sanksi hukum peminum khamr diungkapkan oleh Allah dalam Alquran secara bertahap tentang status hukum. Hal itu diungkapkan sebagai berikut.

a.         Ayat-ayat Al-Quran

1)   Surah Al-Baqarah ayat 219  

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya,..."

 

2)   Surah An-Nisa’ ayat 43

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,..

 

3)   Surah Al-Maidah ayat 90-91

90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. 91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).

 

 

 

 

b.      Hadits

Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Berkata: Umar telah berkhutbah di atas mimbar Rasulullah Saw. Beliau mengucap syukur kepada Allah dan memuji-Nya, kemudian dia berkhutbah: Sesungguhnya arak telah diharamkan oleh Allah berdasarkan ayat Alquran. Arak yang dimaksud, terdiri dari lima macam jenis, yaitu gandum, barli, tamar, zabib dan madu. Arak ialah benda yang menyebabkan hilang akal yaitu mabuk”.[4]

 

B.     Unsur-unsur Jarimah Minuman Khamr

Unsur-unsur jarimah minuman khamr ada dua macam, yaitu:

1      Asy-Syurbu (meminum)

Sesuai pengertian asy-syurbu (minuman) sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa unsur ini (Asy-Syurbu) terpenuhi apabila pelaku meminum sesuatu yang memabukkan. Dalam hal ini tidak diperhatikan nama dari minuman itu dan dari bahan apa minuman itu diproduksi. Dengan demikian, tidak ada perbedaan apakah yang diminum itu dibuat dari perasan buah anggur, gandum, kurma, tebu, maupun bahan-bahan yang lainnya. Demikian pula tidak diperhatikan kadar kekuatan memabukkannya, baik sedikit maupun banyak, hukumannya tetap haram. Dianggap meminum apabila barang yang diminumnya telah sampai ke tenggorokan. Apabila minuman tersebut tidak sampai ke tenggorokan maka tidak dianggap meminum, seperti berkumur-kumur. Demikian pula termasuk kepada perbuatan meminum, apabila meminum minuman khamr tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan haus, padahal ada air yang dapat diminumnya. Akan tetapi, apabila hal itu dilakukan karena terpaksa (darurat) atau dipaksa, pelaku tidak dikenai hukuman.

Apabila seseorang meminum khamr untuk obat maka para fuqaha berbeda pendapat mengenai status hukumnya. Menurut pendapat yang rajah dalam madzhab Maliki, Syafi’I, dan Hanbali, berobat dengan meggunakan (minuman) khamr merupakan perbuatan yang dilarang, dan peminumnya (pelaku) dapat dikenai hukuman had.

2.    Ada Niat yang Melawan Hukum

Unsur ini terpenuhi apabila seseorang melakukan perbuatan minum minuman keras (khamr) padahal ia tahu bahwa apa yang diminumnya itu adalah khamr atau muskir. Dengan demikian, apabila seseorang minum minuman yang memabukkan, tetapi ia menyangka bahwa apa yang diminumnya itu adalah minuman biasa yang tidak memabukkan maka ia tidak dikenai hukuman had, karena tidak ada unsur melawan hukum.

Apabila seseorang tidak tahu bahwa minuman khamr itu dilarang, walaupun ia tahu bahwa barang tersebut memabukkan maka dalam hal ini unsur melawan hukum (qasad jina’i) belum terpenuhi. Akan tetapi, sebagaimana telah diuraikan, alasan tidak tahu hukum tidak bisa diterima dari orang-orang yang hidup dan berdomisili di negeri dan lingkungan islam.[5]

 

C.    Hukuman Bagi Peminum Khamr dan Cara Pembuktiannya

1.    Hukuman Bagi Peminum Khamr

a.    Sanksi Hukum dari Aspek Hukum Islam

Para ulama sepakat bahwa para konsumen khamr ditetapkan sanksi hokum had, yaitu hukum dera sesuai dengan berat ringannya tindak pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang. Terhadap pelaku pidana yang mengonsumsi minuman memabukkan dan/obat-obatan yang membahayakan, sampai batas yang membuat gangguan kesadaran (teler), menurut pendapat Hanafi dan Maliki akan dijatuhkan hukuman cambuk sebanyak 80 kali. Menurut syafi’I hukumannya hanya 40 kali. Namun ada riwayat yang menegaskan bahwa jika pemakai setelah dikenai sanksi hukum masih dan terus melakukan beberapa kali (empat kali) hukumannya adalah hukuman mati.

Sanksi tersebut dikenakan kepada para pemakai yang telah mencapai usia dewasa dan berakal sehat, bukan atas keterpaksaan, dan mengetahui kalau benda yang dikonsumsinya itu memabukkan. Dalam islam selain ditetapkan hukumnya minuman keras (khamr) juga ditetapkan hukumannya terhadap seseorang yang mengkonsumsinya.

b.    Sanksi Hukum dari Aspek Peraturan Perundang-undangan

Minuman khamr dan obat-obatan terlarang lainnya sudah menjadi masalah nasional yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat. Akhir-akhir ini minuman memabukkan dan atau obat-obat terlarng lainnya tampak semakin marak dikonsumsi oleh orang tertentu sehingga sudah meresahkan masyarakat dan menimbulkan gangguan kesehatan.

Untuk itu, upaya meningkatkan npengawasan pengamanan terhadap minum-minuman memabukkan dalam masyarakta, pihak pemerintah telahmengeluarkan peraturan Menteri Kesehatan No. 86/Men.Kes/IV/1997 tentang Minuman Memabukkan. Selain itu di dalam KUHP memberikan sanksi atas pelaku (penggunaan khamr) hanya jika sampai mabuk dan mengganggu ketertiban umum, yakni kurungan paling lama tiga hari hingga paling lam tiga bulan (pasal 536). KUHP juga memberikan sanksi atas orang yang menyiapkan atau menjual khamr, sanksi hukuman kurungan dimaksud, paling lama tiga minggu (pasal 537), apalagi jika yang diberi minuman adalah anak dibawah umur 16 tahun (pasal 538 dan 539).[6]

 

2.    Cara Pembuktian

Pembuktian untuk jarimah minuman khamr dapat dilakukan dengan tiga macam cara sebagai berikut.

a.    Dengan Saksi

Jumlah minimal saksi yang diperlukan untuk membuktikan jarimah minum khamr adalah dua orang yang memenuhi syarat-syarat persaksian, sebagaimana yang telah diuraikan dalam jarimah zina dan qadzaf. Disamping itu, Imam Abu Hamka dan Imam Abu Yusuf  mensyaratkan masih terdapatnya bau minuman pada waktu dilaksanakannya persaksian. Dengan demikian, kedua Imam ini mengaitkan persaksian dengan bau minuman keras (khamr). Akan tetapi, Imam Muhammad Ibn Hasan tidak mensyaratkan hal ini.lain yang dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya adalah persaksian atau peristiwa minum khamrnya itu belum kadaluarsa. Batas kadaluarsa menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Abu Yusuf adalah hilangnya bau minuman.

Adapun menurut Muhammad Ibn Hasan, batas kadaluarsanya adalah satu bulan. Adapun menurut Imam-imam yang lain, tidak ada kadaluarsa dalam persaksian untuk membuktikan jarimah minum khamr ini.

 

b.    Dengan Pengakuan

Jarimah minum khamr dapat dibuktikan dengan adanya pengakuan dari pelaku. Pengakuan ini cukup satu kali dan tidak perlu diulang-ulang sampai empat kali. Ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk pengakuan dalam jarimah zina juga berlaku untuk jarimah minuman khamr ini.

 

c.    Dengan Qarinah

Jarimah minuman khamr juga bisa dibuktikan dengan Qarinah atau tanda, qarinah tersebut antara lain sebagai berikut.

1)   Bau Minuman

Imam malik berpendapat bahwa bau minuman keras dari mulut orang yang meminum merupakan suatu bukti dilakukannya perbuatan minuman khamr, meskipun tidak ada saksi. Akantetapi Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan pendapat yang rajah dari Imam Ahmad berpendapat bau minuman semata-mata tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti, karena mungkin saja ia sebenarnya tidak minum, melainkan hanya berkumur-kumur, atau ia menyangka apa yang diminumnya itu adalah air bukan khamr.

 

2)   Mabuk

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mabuknya seseorang sudah merupakan bukti bahwa ia melakukan perbuatan meminum khamr. Apabila dua orang atau lebih menemukan seseorang dalam keadaan mabuk dan dari mulutnya keluar bau minuman keras maka orang yang mabuk itu harus dikenai hkuman had, yaitu dera 40 kali. Pendapat ini juga merupakan pendapat Imam Malik. Akantetapi Imam Syafi’I dan salah satu pendapat Imam Ahmad tidak menganggap mabuk semata-mata sebagai alat bukti tanpa ditunjang dengan bukti yang lain. Sebebnya adalah adanya kemungkinan minumnya itu dipaksa atau karena kesalahan.

 

 

 

3)   Muntah

Imam Malik berpendapat bahwa muntah merupakan alat bukti yang lebih kuat daripada sekadar bau minuman, karena pelaku tidak akan muntah kecuali setelah meminum minuman keras. Akantetapi Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad dalam slah satu pendapatnya tidak menganggap muntah sebagai alat bukti, kecuali apabila ditunjang dengan bukti-bukti yang lain, misalnya terdapatnya bau minuman keras dalam muntahnya.[7]

 

D.    Hal-hal yang Menghalangi Terlaksananya Hukuman.

Hukuman untuk pelaku minum-minuman keras (khamr) tidak bisa dilaksanakan apabiala terdapat hal-hal sebagai berikut:

1      Pelaku mencabut pengakuannya, sedangkan bukti lain tidak ada.

2      Para saksi mencabut persaksiannya, sedangkan bukti lain tidak ada.

3      Para saksi kehilangan kecakapannya setelah adanya putusan hakim tetapi sebelum pelaksanaan hukuman. Ini hanya pendapat Imam Abu Hanifah.

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

1.    Pengertian Khamr dan Dasar Hukum Meminum Khamr

a.    Pengertian Khamr.

khamar yaitu: segala sesuatu yang memabukkan baik sedikit maupun banyak.

b.    Dasar Hukum meminum Khamr

1)   Al Qur’an

2)   Hadits

2.    Unsur-unsur Jarimah Minuman Khamr Cara Pembuktian

a.    Asy-Syurbu (meminum)

b.    Ada Niat yang Melawan Hukum

3.    Hukuman Bagi Peminum Khamr dan Cara Pembuktiannya

a.    Hukuman Bagi Peminum Khamr

1)   Sanksi Hukum dari Aspek Hukum Islam

2)   Sanksi Hukum dari Aspek Peraturan Perundang-undangan

b.    Cara Pembuktian

1)   Dengan Saksi

2)   Dengan Pengakuan

3)   Dengan Qarinah (Tanda)

4.    Hal-hal yang Menghalangi Terlaksananya Hukuman

a.    Pelaku mencabut pengakuannya, sedangkan bukti lain tidak ada.

b.    Para saksi mencabut persaksiannya, sedangkan bukti lain tidak ada.

c.    Para saksi kehilangan kecakapannya setelah adanya putusan hakim tetapi sebelum pelaksanaan hukumanDengan Pengakuan

 

B.     Penutup

Demikianlah pembahasan makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah sendiri. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan dalam pembuatan makalah selajutnya agar menjadi lebih baik.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Al Asqalani, Ibnu Hajar, Terjemahan Hadits Bulughul Maram, Bandung:  Gema Risalah Pers, 1991.

Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Ali, Zainudin, Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2006

Muslich, Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

 


 

 



[1] Ibnu Hajar Al Asqalani, Terjemahan Hadits Bulughul Maram, (Bandung: Gema Risalah Pers,1991), hlm.425

[2] Zainudin Ali, Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 114

[3] Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm.79

[4] Ibid,. hal. 94-95.

 

[5] Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 74-76

 

[6]Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Op.Cit., hal. 101-102.

[7]Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit,, hlm.74


Tidak ada komentar:

Posting Komentar